PEMBAHASAN UMMIYUN (BODOH)
A.
Bodoh (Ummiyun)Menurut
Al-Quran
tûïÏ%©!$# cqãèÎ7Ft tAqß§9$# ¢ÓÉ<¨Z9$# ¥_ÍhGW{$# Ï%©!$# ¼çmtRrßÅgs $¹/qçGõ3tB öNèdyYÏã Îû Ïp1uöqG9$# È@ÅgUM}$#ur NèdããBù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ öNßg8pk÷]tur Ç`tã Ìx6YßJø9$# @Ïtäur ÞOßgs9 ÏM»t6Íh©Ü9$# ãPÌhptäur ÞOÎgøn=tæ y]Í´¯»t6yø9$# ßìÒtur öNßg÷Ztã öNèduñÀÎ) @»n=øñF{$#ur ÓÉL©9$# ôMtR%x. óOÎgøn=tæ 4 úïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä ¾ÏmÎ/ çnrâ¨tãur çnrã|ÁtRur (#qãèt7¨?$#ur uqZ9$# üÏ%©!$# tAÌRé& ÿ¼çmyètB y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÎÐÈ
[1] (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi
yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di
sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban
dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
(QS.AL-A’raf
:157)
ö@è% $ygr'¯»t ÚZ$¨Z9$# ÎoTÎ) ãAqßu «!$# öNà6ös9Î) $·èÏHsd Ï%©!$# ¼çms9 Ûù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ¾Çósã àMÏJãur ( (#qãYÏB$t«sù «!$$Î/ Ï&Î!qßuur ÄcÓÉ<¨Y9$# ÇcÍhGW{$# Ï%©!$# ÚÆÏB÷sã «!$$Î/ ¾ÏmÏG»yJÎ=2ur çnqãèÎ7¨?$#ur öNà6¯=yès9 crßtGôgs? ÇÊÎÑÈ
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan
dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang
Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
(kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
(QS.Al-A’raf:158)
öNåk÷]ÏBur tbqÏiBé& w cqßJn=ôèt |=»tGÅ3ø9$# HwÎ) ¥ÎT$tBr& ÷bÎ)ur öNèd wÎ) tbqZÝàt ÇÐÑÈ
Dan
diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al kitab (Taurat),
kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga[67].
(QS.Al-Baqarah:78)
B.
Pembahasan
Urgensi Tentang Bodoh (Ummiyu) Dalam ayat Al-Qur’an
[2]Kata ummiyyun mengandung arti orang-orang yang tidak
memiliki pengetahuan tentang kitab suci atau bahkan mereka yang buta huruf. Ummiyyun
terambil dari kata (
(امumm,yakni ibu. Seakan-akan keadaan mereka dari segi
pengetahuan sama dengan keadannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya. Demikian
dengan kelompok ummiyyun itu hanya memiliki harapan-harapan kosong yang tidak
berdasar,misalnya bahwa yang masuk surge hanya orang yahudi aja, atau bahwa mereka
tidak disiksa dineraka kecuali beberapa hari. Mereka itu hanya percaya dongeng,
tahayul dan hurafat yang diajarkan oleh pembuka agama mereka. Dalam sebuah riwayat dikemukakan oleh
sahabat Nabi saw, ibnu abas menafsirkan kata umiyyun dalam arti tidak
mengetahui makna pesan-pesan kitab suci,walau boleh jadi mereka menghafalnya
mereka hanya berangan-angan dalam al-quran seperti itu di jelaskan seperti
keledai yang memikul buku-buku QS.Al-Jumu’ah[62]
3Menurut
orang arab ummi artinya’orang yang tidak dapat membaca dan berhitung’ nabi SAW
bersabda kami adalah adalah umat yang ummi, tidak dapat membaca dan berhitung.
Bulan skian dan sekianmaksud ayat diatas adalah bahwadiantara ahli kitab ada
orang-orang yang ummi mereka tidak dapat m,embaca dan menulis kecuali
cerita-dusta “yakni obrolan dan pembicaraan bohong yakni sebatas mulut mereka
berbicara berdasarkan dugaan tanpa rujukan yang ada dalam kitab Allah Saw [3]
ã@sVtB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏdJãm sp1uöqG9$# §NèO öNs9 $ydqè=ÏJøts È@sVyJx. Í$yJÅsø9$# ã@ÏJøts #I$xÿór& 4 }§ø©Î/ ã@sWtB ÏQöqs)ø9$# tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. ÏM»t$t«Î/ «!$# 4 ª!$#ur w Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÎÈ 1
perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya
Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa
Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan
ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Sama dengan keadaan ibunya yang tidak pandai
membaca.ini karena masyarakat arab pada masa jahiliyah,dan umumnya tidak pandai
membaca dan menulis,lebih-lebih kaum waitanya. Ada juga yang berpendapat
bahwasanya ummyyu terambil dari kata (امة) ummah
yang menunjukan kepada masyarakat ketika turunnya Al-Quran yang dilukiskan oleh
sabda beliau Rasulullah saw.”sesungguhnya kita adalah umat yang ummi,tidak
pandai membaca dan berhitung.
[4]Bahwa Rasul saw. Adalah seseorang yang ummi
merupakan salah satu bukti kerasulan beliau dalam konteks ini al-Quran
menjelaskan
$tBur |MZä. (#qè=÷Fs? `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% `ÏB 5=»tGÏ. wur ¼çmÜèrB ÎYÏJuÎ/ ( #]Î) z>$s?ö^w cqè=ÏÜö6ßJø9$# ÇÍÑÈ
Dan
kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak
(pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah
membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).
Betapa
tidak pasti aka nada yang berkata pasti ayat-ayat al-quran yang beliau
sampaikan yang redaksi dan isinya yang sangat mengagumkan itu serta mengungkap
banyak hal-hal yang tidak dikenal pada masanya adalah hasil bacaan beliau
Dari penjelasan ayat diatas Al-Biqa’i
berpendapat menurutnya boleh jadi orang-orang yahudi pada masa nabi Muhammad
saw, yang mendengar ayat-ayat diatas, atau siapapun selain mereka,menduga bahwa
mereka termasuk yang akan memperoleh janji dari Allah SWT di atas. Untuk
meluruskan kekeliruan ayat ini menegaskan bahwa,bukan kalian yang akan mendapat
rahmat itu, tapi yang akan meraihnya adalah orang-orang yang terus menerus dan
tekun mengikiti nabi Muhammad saw,yang merupakan rasul Allah SWT,Nabi yang ummi,
yakni yang tidak pandai membaca dan menulis yang nama dan sifat-sifatnya
mereka, yakni ulama yahudi dan nasrani mendapatninya tertulis dalam taurat
dan injil yang disisi mereka hingga kini,walaupun sebagaian besar telah
mereka hafus dan yang ada sekarang hanya tersirat
Makna kalimat p1uöqG9$# È@ÅgUM}$#ur NèdããBù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ öNßg8pk÷]tur Ç`tã Ìx6YßJø9$#( Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar) setelah nabi menyebutkan sifat-sifat nabi Muhammad saw sebagai peribadi dan
didalam kitab suci,dilanjutkannya penjelasan tentang beliau yang menyangkut
ajarannya, yakni nabi Muhammad saw selalu menyuruh kepada mereka yakni orang
yahudi dan nasrani kepada yang maruf, yakni mengajak dan memerintahkan kepada
kebaikan serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat dan memcegaj
mereka dari yang munkar yang dinilai buruk oleh agama dan adat istiadat2
[5]Dan pada ayat selanjutnya dapat dikatakan
bahwa sebelum ayat berikut melanjutkan uraian tentang bani israil, Al-Qur’an
menggunakan kesempatan pembicaraan tentang nabi terakhir yang tercantum dalam
kitab suci yang lalu,untuk berhenti sejenak guna guna memerintahkan nabi agar
menyampaikan kepada seluruh umat manusia hakikat yang baru saja disampaikan
kepada bani israil itu yang merupakan janji Allah SWT yakni, katakanlah
hai Muhammad :”hai seluruh manusia,sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada
kamu semua baik yang semasa denganku ataupun tidak Allah yang mengutusku itu
adalah Dia yang memiliki dan yang menciptakan dan mengatur kerajaan langit dan
bumi tiada tuhan yang mengusa alam raya dan berhak disembah selain dia yang
menghidupkan, yakni member hidup dan matikan,yakni mencabut kehidupan maka
karena itu berimanlah kepada Allah yang maha esa dan maha kuasa itu dan
rasulnya yang terakhir yakni nabi Muhammad saw Nabi yang ummi yakni
tidak pandai membaca dan menuis namun mendapat informasi dari Allah Swt3
Dan ayat yang selanjutnya
menjelaskan tentang bahwasanya mereka ini adalah orang-orang yang bodoh tidak
mengerti lagi keras kepala dan buruk perasangkanya. Ayat ini menyatakan: dan
diantara mereka,yakni orang yahudi dan juga kelompok ummiyyun,mereka
tidak mengetahui Al-Kitab tetapi amani, yakni angan-angan belaka,
yang lahir dari kebohongan yang disampaikan oleh pendeta-pendeta yahudi tanpa
ada dasarnya mereka hanya menduga-duga. Dan dijelaskan pula kata ummi artinya
orang yang tidak dapat membaca dan berhitung. Nabi bersabda :kami adalam umat
yang ummi,tidak dapat membaca dan berhitung dan mereka bercerita hanya
cerita bohong hanya sebatas mulut saja mereka berbicara berdasarkan dugaan
tanpa ada rujukan yang ada dalam kitab allah swt.
"Dialah yang telah mengutus
seorang rasul dari kalangan mereka ke tengah ummat yang ummi yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka
tentang kitab dan hikmah padahal sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang
nyata
Al-Qurthubi berkata ketika
menafsirkan ayat ini: "Al-Ummiyyun adalah orang-orang yang tidak bisa
menulis. Demikianlah keadaan orang-orang Quraisy dulu. Manshur meriwayatkan
dari Ibrahim, dia berkata: Al-Ummiy adalah orang yang tidak bisa membaca dan
menulis. "Seorang rasul dari mereka," artinya Muhammad Shalallahu
'Alaihi Wassalam, dia seorang ummi tidak bisa membaca dan menulis dan tidak
pernah belajar.
Berkata Al-Marwadi: "Bila
ditanyakan: apakah bentuk karunia dalam hal diutusnya seorang Nabi yang ummi?
Maka jawabnya adalah ada tiga bentuk. Pertama: Untuk menunjukkan sesuainya
keadaan dia dengan kabar dari nabi-nabi sebelumnya.
Kedua: Agar keadaannya sesuai dengan
keadaan mereka (kaumnya) sehingga lebih memungkinkan diterima.
Ketiga: Untuk menghindari buruk
sangka dalam mengajarkan apa-apa yang didakwahkannya berupa kitab yang dia baca
dan hikmah-hikmah yang dia sampaikan." Menurut pendapatku, semua itu
merupakan dalil mukjizatnya dan bukti kenabiannya.[6]
C.
Nabi yang
ummi (buta huruf)
[7]Dalam ayat ini diterangkan bahwa satu sifat muhammad saw ialah
tidak pandai menulis dan membaca. Sifat ini member pengertian bahwa seseorang
yang ummi tidak mungkin membaca taurat dan injil yang ada pada orang
yahudi dan nasrani, demikian pula cerita-cerita kuno yang berhubungan dengan
umat-umat terdahulu. Hal ini membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh
Muhammad saw itu benar-benar berasal dari tuhan yang maha esa, mustahil orang
yang tidak tahu tulis dan baca dapat membuat dan membaca Al-Quran dan Hadish
yang memuat hukum-hukum dan ketentuan ketentuan ilmu pengetahuan yang demikian
tinggi nilainya. Seandainya Al-Qur’an itu dibuat Muhammad bukan berasal dari
tuhan tentu manusia dapat membuat dan menirunya, tapi sampai saat ini tidak ada
seorangpun manusia yang bisa menandinginya4
6Tafsiran ayat dalam kitab tafsir jalalain menjelaskan bahwa mereka
yang taat kepada allah dan menunaikan zakat dan mereka mengikuti nabi yang ummi
dan tertulis dalam kitab taurat dan injil dengan nama dan sifat nya dan
memerintahkan untuk bersifat adil[8]
Pertanyaan mendasar yang terlontar
ketika kita membahas sejarah kenabian Muhammad SAW adalah, apakah nabi terakhir
bagi umat Islam ini bisa membaca dan menulis ataukah sebaliknya ummi alias buta
huruf?Dalam banyak buku dan penjelasan para ulama, Nabi Muhammad sering
digambarkan sebagai orang yang ummi. Di sini lah letak perdebatannya. Nabi
Muhammad memang ummi, tapi dalam kadar dan dalam arti yang bagaimana? Benarkah
ummi bagi nabi identik dengan buta huruf? Buku karya Syekh Al-Maqdisi yang
dialihbahasakan oleh Abu Nayla mencoba untuk membahas masalah pro dan kontra
mengenai keummian Nabi Muhammad. Buku kecil setebal 130 halaman ini mengajak
pembaca untuk mengerti makna keummian lebih luas. Pertanyaan-pertanyaan
di benak pembaca coba dijawab dalam buku ini, seperti benarkah Nabi Muhammad
buta huruf? Apakah beliau pernah menyatakan bahwa dirinya betul-betul tidak
mampu membaca dan menulis sejak kecil hingga akhir hayatnya? Jika beranggapan
Nabi Muhammad mampu membaca dan menulis, apakah itu akan mengurangi
keabsahannya sebagai utusan Allah?
Sejumlah kata pembenar bahwa nabi ummi adalah,
kitab suci Alquran hingga kini terjaga keasliannya. Isi kitab suci ini tidak
pernah berubah, termasuk tidak pada saat zaman nabi sekalipun. Keummian nabi
sangat menonjol untuk memberikan pembenar bahwa Alquran tetap autentik dari
wahyu Tuhan bukan buatan Muhammad SAW. Lah, nabi saja tidak bisa membaca dan
menulis, bagaimana mau mengubah atau membuat kita suci, kira-kira begitu
argumen kalangan ini. Nabi pun dianggap ummi, karena memang dia tidak bisa membaca
dan menulis. Hal itu sebagai argumen bahwa nabi memang manusia biasa, meski
nabi adalah manusia pilihan yang ditunjuk Allah untuk menjadi khalifah bagi
umat manusia di muka bumi ini. Ada lagi argumen yang menyebutkan Nabi Muhammad
memang ummi, namun dalam arti tidak bisa menulis dan mengarang seindah kitab
suci Alquran. Kalangan ini berpendapat,
jelas nabi tidak ummi, karena mampu
menerangkan makna yang ada dalam Alquran. Namun, nabi sebagai sebagai utusan
Allah tidak menunjukkan kemampuannya dalam membaca dan menulis. Lantas apalagi
argumen yang menyebutkan nabi ummi? Buku ini juga mengupas anggapan dan tafsir
dari berbagai kalangan ulama maupun Alquran, bahwa keummian Nabi Muhammad
adalah karena dia dilahirkan di tanah Arab dan zaman jahiliyah. Alquran sering
menyebut kaum Nabi Muhammad sebagai ummi. Jadi Nabi tidak ummi? Syekh
Al-Maqdisi mencoba memberikan jawaban dari berbagai perspektif yang muncul
ditambahkan dengan berbagai sumber selain Alquran juga Hadis. Bahkan dalam
sebuah hadis disebutkan, Nabi Muhammad mampu membaca dan menulis. Salah satu
bagian penting lainnya adalah bahwa Nabi Muhammad pernah membaca surat pamannya
Abbas yang dikirimkan dari Makkah dan mengabarkan isinya kepada para sahabat.
Kiranya dengan membaca buku yang didesain sebagai buku saku ini, pembaca akan
menemukan perspektif yang lebih komprehensif tentang keummian dan kegeniusan
Nabi Muhammad. Meski dalam awal perjalanan kenabiannya,
Nabi Muhammad seperti halnya manusia
biasa bingung dengan perintah “Bacalah!”. Nabi sebagai manusia biasa pun
bertanya tentang apa yang dibaca? Membaca untuk apa? Bagaimana cara membacanya?
Hingga akhirnya Jibril menjawab: “Bacalah dengan menyebut asma Rabb-mu
yang menciptakan.”
7Kemudian yang mana telah diketahui dari pengulangan kata “dan katakanlah
“ajakan ini bukan hanya kepada orang-orang yang telah diberi kitab tapi juga
kepada orang-orang yang ummi, yakni mereka yang tidak mendapatkan kitab suci,
khususnya orang-orang musrik mekkah. Katakana kepada mereka “apakah kamu telah
menyerahkan dirimu “sebagai mana keadaan kami yang menyerah diri kepadanya
sebagai mana dijelasakan dalam Q.S Al-Imron ayat 20:
÷bÎ*sù x8q_!%tn ö@à)sù àM÷Kn=ór& }Îgô_ur ¬! Ç`tBur Ç`yèt7¨?$# 3 @è%ur tûïÏ%©#Ïj9 (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# z`¿ÍhÏiBW{$#ur óOçFôJn=ór&uä 4 ÷bÎ*sù (#qßJn=ór& Ïs)sù (#rytF÷d$# ( cÎ)¨r (#öq©9uqs? $yJ¯RÎ*sù øn=tã à÷»n=t6ø9$# 3 ª!$#ur 7ÅÁt/ Ï$t6Ïèø9$$Î/ ÇËÉÈ
kemudian
jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), Maka Katakanlah: "Aku
menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang
mengikutiku". dan Katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al kitab
dan kepada orang-orang yang ummi"Apakah kamu (mau) masuk
Islam". jika mereka masuk Islam, Sesungguhnya mereka telah mendapat
petunjuk, dan jika mereka berpaling, Maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah). dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.[9]
D. Benarkah nabi Muhammad saw tidak
bisa membaca dan menulis
Menurut Imam Al Alusi dalam Kitab Ruhul Ma’ani, 20/495, Ummi adalah
dinisbatkan kepada Al Umm (Ibu) yang melahirkan, ada juga yang
mengatakan dinisbatkan kepada ummatul arab, ada juga yang menyebut Ummul
Qurra, namun pendapat pertama yang lebih masyhur.
Imam Al Alusi
mengatakan:
وأريد بذلك أنهم على أصل ولادة أمهم لم يتعلموا الكتابة
والحساب
Dan yang
dimaksud dengan itu (Ummi) adalah karena mereka pada asal kelahiran ibu
mereka tidak mengetahui tulisan dan berhitung. (Ibid. Lihat juga Tuhfah
Al Ahwadzi,
Budaya tulis
menulis belum berkembang pada zaman itu, bahkan kemampuan menulis dan membaca
bisa dianggap aib yang menunjukkan lemahnya daya hapal orang tersebut. Sebab
saat itu daya hapal bangsa Arab sangat kuat; seperti kemampuan mereka dalam
menghapal hingga ratusan syair dan silsilah nasab mereka di kepala mereka,
bukan dalam tulisan. Oleh karenanya, keummi-an Nabi Saw. bukanlah cela
dan aib, justru menunjukkan keutamaan Beliau bersama masyarakatnya.
Dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman:
qèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ft öNÍkön=tã ¾ÏmÏG»t#uä öNÍkÏj.tãur ãNßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ
“Dia-lah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah (62): 2)
Ayat ini
menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. adalah Rasul-Nya yang berasal dari kaum yang
buta huruf.
Imam Al
Baidhawi Rahimahullah menjelaskan:
{
هُوَ
الذى بَعَثَ فِى الأميين }
أي في العرب لأن أكثرهم لا يكتبون ولا يقرؤون .
{ رَسُولاً مّنْهُمْ } من جملتهم أمياً مثلهم
(Dialah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf) yaitu kepada kaum Arab karena
sebagian besar mereka tidak menulis dan tidak membaca. (seorang
rasul di antara mereka) dari kumpulan mereka yang ummi sebagaimana
mereka. (Anwarut Tanzil, 5/293. Mawqi’ At Tafasir)
Imam Al Alusi Rahimahullah
juga menjelaskan:
فالمعنى رسولاً من جملتهم أمياً مثلهم
Jadi, maknanya
adalah seorang rasul dari kumpulan mereka yang ummi seperti mereka. (Ruhul
Ma’ani, 20/495. Mawqi’ At Tafasir)
Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi Rahimahumullah dalam Tafsir
Al-Jalalain menjelaskan ayat di atas, “(Dialah yang mengutus kepada kaum
yang buta huruf) yaitu bangsa Arab; lafal ummiy artinya orang yang
tidak dapat menulis dan membaca kitab (seorang rasul di antara mereka)
yaitu Nabi Muhammad saw. (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya)
yakni Al-Qur’an (menyucikan mereka) membersihkan mereka dari kemusyrikan
(dan mengajarkan kepada mereka Kitab) Al-Qur’an (dan hikmah)
yaitu hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, atau hadis. (Dan sesungguhnya)
lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inna,
sedangkan isim-nya tidak disebutkan selengkapnya; dan sesungguhnya
(mereka adalah sebelumnya) sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. (benar-benar
dalam kesesatan yang nyata) artinya jelas sesatnya.”
Sayyid Quthb Rahimahullah
dalam Tafsir Fizhilalil Qur’an menjelaskan hikmah ke-ummi-an
Rasulullah Saw., “Menurut satu pendapat, sebab dinamakan orang yang tidak tahu
menulis itu sebagai Ummi karena ia dihubungkan dengan keadaannya yang jahil
sewaktu dilahirkan ibunya, sebab kepandaian menulis itu hanya dicapai melalui
belajar.
Mungkin juga
orang-orang Arab itu dinamakan begitu sama seperti orang-orang Yahudi menamakan
bangsa yang lain dari mereka sebagai ‘Juyim’ dalam bahasa Hebrew yang
berarti ‘Bangsa-bangsa asing’ atau umamiyun nisbah kepada umat-umat yang
lain. Dengan sifat ini mereka menganggap
sebagai satu bangsa pilihan Allah, sedangkan bangsa-bangsa yang lain merupakan
bangsa-bangsa asing belaka. Kata nisbah ummah yang mufrad dalam bahasa
Arab ialah Ummi. Barangkali penafsiran ini lebih dekat kepada maksud surat ini..Orang-orang
Yahudi (di zaman itu) memang menunggu-nunggu kedatangan Rasul yang akhir dari
kalangan bangsa mereka dengan harapan bahwa Rasul inilah yang akan dapat
menyatupadukan orang-orang mereka yang telah berpecah belah itu dan menolong
mereka menang kembali setelah mereka dikalahkan umat yang lain, juga mengangkat
mereka ke taraf yang lebih mulia setelah mereka jatuh ke taraf yang hina.
Mereka senantiasa memohon kemenangan dengan Nabi yang akhir itu.
Tetapi kebijaksanaan Allah telah
menghendaki bahwa Nabi yang akhir itu dibangkitkan dari bangsa Arab dari
golongan Ummi yang lain dari bangsa Yahudi, karena Allah mengetahui
bahwa bangsa Yahudi tidak lagi mempunyai kelayakan untuk memegang teraju
kepemimpinan baru yang sempurna untuk umat manusia, sebagaimana akan
diterangkan dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat ini…” Syaikh Muhammad Abduh Rahimahullah
di dalam Tafsir Juz Amma-nya menerangkan surat Al-Alaq ayat 1-5: Yaitu
Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah
segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan
kesanggupan membaca pada seorang yang selama ini dikenal ummi, tidak
bisa membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan
bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara
jujur bahwa beliau tidak bisa membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya
keras-keras, untuk meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca
itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah al-Insan al-Kamil, manusia
sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus
diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak
lain ialah dengan nama Allah jua.
Prof. Quraish Shihab dalam bukunya
yang berjudul Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat mengatakan, “Harus disadari bahwa masyarakat beliau ketika itu
menganggap kemampuan menulis sebagai bukti kelemahan seseorang.Pada masa itu
sarana tulis-menulis amat langka, sehingga masyarakat amat mengandalkan
hafalan. Seseorang yang menulis dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal,
dan ini merupakan kekurangan.
Penyair Zurrummah pernah ditemukan
sedang menulis, dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia
bermohon, Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis)bagi
kami adalah aib..Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apa
yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnya dinilai buruk. Pada
masa kini kemampuan menghafal tidak sepenting masa lalu, karena sarana
tulis-menulis dengan mudah diperoleh.
9 Hadits ini
adalah pengakuan yang menunjukkan keummi-an Rasulullah Saw. Syaikh Abdul
Muhsin Al ‘Abbad Al Badr hafizhahullah mengatakan:
الأمية:
نسبة إلى الأميين، والمقصود بذلك كثير منهم، ولا يعني
ذلك أنه لا توجد الكتابة والقراءة فيهم، بل كانت ففيهم ولكن بقلة، والحكم هنا
الغالب، وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم كذلك لا يقرأ ولا يكتب صلى الله عليه
وسلم، وقد جاء بهذا القرآن الذي لو اجتمعت الإنس والجن على أن يأتوا بمثله لم
يستطيعوا، وهو من عند الله عز وجل، وكونه أمياً لا يقرأ ولا يكتب هذا من أوضح
الأدلة على أنه أتى بالقرآن من عند الله عز وجل، ولهذا يقول الله وجل:
وَمَا كُنْتَ تَتْلُوا مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا
تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ [العنكبوت:48]، أي: لو أنه كان قارئاً كاتباً فيمكن أن يأتي به من عند نفسه، لكنه كان لا يقرأ
ولا يكتب صلى الله عليه وسلم.
Al Ummiyah: disandarkan
kepada Al Ummiyyin, maksudnya adalah banyak di antara mereka, dan tidak
berarti tidak ditemukan sama sekali tulisan dan bacaan pada mereka, bahkan hal
itu ada pada mereka tapi sedikit, maknanya di sini menunjukkan yang umumnya.
Nabi Saw. juga begitu,
dia tidak membaca dan tidak menulis. Beliau datang dengan membawa Al-Qur’an,
yang seandainya berkumpulnya manusia dan jin untuk mendatangkan yang sepertinya
mereka tidak akan mampu membuatnya, dan Al-Qur’an adalah dari Allah ‘Azza wa
Jalla,keadaan Beliau yang ummi tidak dapat membaca dan menulis merupakan di
antara penjelasan yang menunjukkan bahwa Beliau datang dengan membawa Al-Qur’an
dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla, oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: Dan
kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu
tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu
pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).
(QS. Al Ankabut (29): 48) yaitu seandainya beliau bisa membaca dan menulis maka mungkin saja dia
datang membawa Al-Qur’an yang berasal
dari dirinya sendiri, tetapi beliau
Saw. tidak bisa membaca dan tidak pula menulis. (Syaikh Abdul Muhsin Al
‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 12/498-499)
Dalam keummi-annya, Al
Quran turun kepadanya. Ini justru menunjukkan keadaan tersebut adalah mu’jizat
baginya.Imam Al ‘Aini menjelaskan:
وكونه-
عليه السلام- أميا من جملة
المعجزة
Dan keadaannya
(Nabi Saw.) yang ummi termasuk di antara kumpulan mukjizat.[10]
Jika ada yang bertanya, bukankah ada hadits yang berbunyi,
ائْتُونِي بِالْكَتِفِ وَالدَّوَاةِ
أَوْ اللَّوْحِ وَالدَّوَاةِ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ
أَبَدًا
“Ambilkan
untukku kertas dan tinta, aku tuliskan untuk kalian kitab yang setelahnya tidak
membuat kalian tersesat selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apakah itu
berarti Nabi Muhammad bisa membaca dan menulis? Bukankah ini berarti hadits
shahih tersebut bertolak belakang dengan ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits
shahih lainnya?
Dalam ilmu mukhtalif
hadits, para ulama sudah menyiapkan jawaban atas hadits-hadits yang tampak
saling bertentangan. Imam an-Nawawi berkata, “Mengetahui mukhtalif hadits
merupakan bidang ilmu yang sangat penting, seluruh ulama dari semua golongan
sangat perlu untuk mengetahuinya, yaitu adanya dua hadits yang tampaknya
bertentangan kemudian digabungkan atau dikuatkan salah satunya. Hal ini dapat
dilakukan secara sempurna oleh para ulama yang menguasai hadits dan fiqih serta
ahli ushul yang mendalami makna hadits.” (At-Taqrib 2/651-652 -Tadrib Rawi-.)
Imam Ibnu
Qayyim mengatakan, “Anggapan kontradiksi dan kerumitan itu hanyalah ada dalam
pemahaman seorang, bukan dalam ucapan Nabi. Oleh karenanya, sewajibnya bagi
setiap mukmin untuk menyerahkan hal yang dinilainya rumit tersebut kepada ahlinya
dan hendaknya dia menyadari bahwa di atas seorang yang alim ada yang lebih
tinggi darinya.” (Miftah Daar Sa’adah 3/383)
Oleh karena
itu, selain mengetahui hadits-hadits Nabi tersebut, kita juga sudah seharusnya
membaca kitab-kitab penjelas isi hadits-hadits tersebut, seperti Syarah
Shahih Muslim karya Imam Nawawi dan Fathul Bari (Syarah Shahih
Bukhari) karya Imam Ibnu Hajar. Yaitu agar tidak terjadi salah duga dan salah persepsi
tentang dua hadits yang sepertinya tampak bertentangan padahal kenyataannya
tidak. Dalam memahami hadits shahih di atas, Imam Nawawi mengatakan,
أكتب لكم أي آمر بالكتابة ومنها أن
الأمراض ونحوها لا تنافي النبوة ولا تدل على سوء الحال
“(Saya tuliskan
untuk kalian) yaitu perintah untuk membuat tulisan dan darinya merupakan berbagai
cacat dan semisalnya yang tidak menafikan kenabiannya dan tidak pula
menunjukkan buruknya keadaan.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 11/94)
Pemahaman ini
juga dikuatkan oleh riwayat lain bahwa jika Beliau ingin menulis maka
sahabatnya yang menuliskannya.
Abu Hurairah
Ra. menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. kembali menguasai Mekkah, beliau
berkhutbah di hadapan manusia. Ketika beliau berpidato, berdirilah seseorang
dari Yaman bernama Abu Syah, dan berkata:
يارسول اللّه اكتبوا لي، فقال رسول
اللّه صلى اللّه عليه وسلم:
“اكتبوا لأبي شاه
“Ya Rasulullah,
tuliskanlah untukku.” Lalu Rasulullah bersabda: “Tuliskan untuk Abu Syah.” Al
Walid (salah seorang perawi hadits ini) bertanya kepada Al Auza’i:
ما قوله “اكتبوا لأبي شاهٍ؟” قال:
هذه الخطبة التي سمعها من رسول اللّه صلى اللّه عليه
وسلم
Apa maksud
sabdanya: “Tuliskan untuk Abu Syah.” Dia menjawab: “Khutbah yang dia (Abu Syah)
dengar dari Rasulullah Saw.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, Ibnu Hibban, dan Ahmad)
[2] M Quraish
Shihab.Tafsir Al-Misbah.Lentera Hati.Jakarta.2007.Hal.240
[4] M Quraish
Shihab.Tafsir Al-Misbah.Lentera Hati.Jakarta.2007.Hal.157
[6]
Sayyid Qurtubi,Tafsir
Zahilalil Quran,Gema Insane Press,Jakarta,12412H/1992M
[7] Drs HM Sonhaji.Al-Qur’an
Dan Tafsirnya.Dana Bhakti Prima Yasa.Yogyakarta.1990.Hal.611
[8], Jalaludin,Muhammad,Bin,Ahmad,Mahali,Tafsir
Jalalain,Beirut:Darut,Hal,143
[9] M.Quraish
Shihab.tafsir Al-Misbah.lentera hati.ciput tanggerang.2007.hal.44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar