Sabtu, 08 Maret 2014

PEMBAHASAN UMMIYUN (BODOH)

PEMBAHASAN UMMIYUN (BODOH)


A.    Bodoh (Ummiyun)Menurut Al-Quran

tûïÏ%©!$# šcqãèÎ7­Ftƒ tAqß§9$# ¢ÓÉ<¨Z9$# ¥_ÍhGW{$# Ï%©!$# ¼çmtRrßÅgs $¹/qçGõ3tB öNèdyYÏã Îû Ïp1uöq­G9$# È@ÅgUM}$#ur NèdããBù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ öNßg8pk÷]tƒur Ç`tã ̍x6YßJø9$# @Ïtäur ÞOßgs9 ÏM»t6Íh©Ü9$# ãPÌhptäur ÞOÎgøŠn=tæ y]Í´¯»t6yø9$# ßìŸÒtƒur öNßg÷Ztã öNèduŽñÀÎ) Ÿ@»n=øñF{$#ur ÓÉL©9$# ôMtR%x. óOÎgøŠn=tæ 4 šúïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä ¾ÏmÎ/ çnrâ¨tãur çnrã|ÁtRur (#qãèt7¨?$#ur uqZ9$# üÏ%©!$# tAÌRé& ÿ¼çmyètB   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÎÐÈ  
[1] (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
(QS.AL-A’raf :157)

ö@è% $ygƒr'¯»tƒ ÚZ$¨Z9$# ÎoTÎ) ãAqßu «!$# öNà6ös9Î) $·èŠÏHsd Ï%©!$# ¼çms9 ہù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ¾ÇósムàMÏJãƒur ( (#qãYÏB$t«sù «!$$Î/ Ï&Î!qßuur ÄcÓÉ<¨Y9$# ÇcÍhGW{$# Ï%©!$# ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ¾ÏmÏG»yJÎ=Ÿ2ur çnqãèÎ7¨?$#ur öNà6¯=yès9 šcrßtGôgs? ÇÊÎÑÈ  

 Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
(QS.Al-A’raf:158)

öNåk÷]ÏBur tbqÏiBé& Ÿw šcqßJn=ôètƒ |=»tGÅ3ø9$# HwÎ) ¥ÎT$tBr& ÷bÎ)ur öNèd žwÎ) tbqZÝàtƒ ÇÐÑÈ  
Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga[67].
(QS.Al-Baqarah:78)

B.     Pembahasan Urgensi Tentang Bodoh (Ummiyu) Dalam ayat Al-Qur’an
[2]Kata ummiyyun mengandung arti orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang kitab suci atau bahkan mereka yang buta huruf. Ummiyyun terambil dari kata ( (امumm,yakni ibu. Seakan-akan keadaan mereka dari segi pengetahuan sama dengan keadannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya. Demikian dengan kelompok ummiyyun itu hanya memiliki harapan-harapan kosong yang tidak berdasar,misalnya bahwa yang masuk surge hanya orang yahudi aja, atau bahwa mereka tidak disiksa dineraka kecuali beberapa hari. Mereka itu hanya percaya dongeng, tahayul dan hurafat yang diajarkan oleh pembuka agama mereka. Dalam sebuah riwayat dikemukakan oleh sahabat Nabi saw, ibnu abas menafsirkan kata umiyyun dalam arti tidak mengetahui makna pesan-pesan kitab suci,walau boleh jadi mereka menghafalnya mereka hanya berangan-angan dalam al-quran seperti itu di jelaskan seperti keledai yang memikul buku-buku QS.Al-Jumu’ah[62]
3Menurut orang arab ummi artinya’orang yang tidak dapat membaca dan berhitung’ nabi SAW bersabda kami adalah adalah umat yang ummi, tidak dapat membaca dan berhitung. Bulan skian dan sekianmaksud ayat diatas adalah bahwadiantara ahli kitab ada orang-orang yang ummi mereka tidak dapat m,embaca dan menulis kecuali cerita-dusta “yakni obrolan dan pembicaraan bohong yakni sebatas mulut mereka berbicara berdasarkan dugaan tanpa rujukan yang ada dalam kitab Allah Saw [3]
ã@sVtB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏdJãm sp1uöq­G9$# §NèO öNs9 $ydqè=ÏJøts È@sVyJx. Í$yJÅsø9$# ã@ÏJøts #I$xÿór& 4 }§ø©Î/ ã@sWtB ÏQöqs)ø9$# tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# 4 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÎÈ   1
perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Sama dengan keadaan ibunya yang tidak pandai membaca.ini karena masyarakat arab pada masa jahiliyah,dan umumnya tidak pandai membaca dan menulis,lebih-lebih kaum waitanya. Ada juga yang berpendapat bahwasanya ummyyu terambil dari kata (امة) ummah yang menunjukan kepada masyarakat ketika turunnya Al-Quran yang dilukiskan oleh sabda beliau Rasulullah saw.”sesungguhnya kita adalah umat yang ummi,tidak pandai membaca dan berhitung.
[4]Bahwa Rasul saw. Adalah seseorang yang ummi merupakan salah satu bukti kerasulan beliau dalam konteks ini al-Quran menjelaskan
$tBur |MZä. (#qè=÷Fs? `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% `ÏB 5=»tGÏ. Ÿwur ¼çmÜèƒrB šÎYŠÏJuÎ/ ( #]ŒÎ) z>$s?ö^w šcqè=ÏÜö6ßJø9$# ÇÍÑÈ  
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).
Betapa tidak pasti aka nada yang berkata pasti ayat-ayat al-quran yang beliau sampaikan yang redaksi dan isinya yang sangat mengagumkan itu serta mengungkap banyak hal-hal yang tidak dikenal pada masanya adalah hasil bacaan beliau  
Dari penjelasan ayat diatas Al-Biqa’i berpendapat menurutnya boleh jadi orang-orang yahudi pada masa nabi Muhammad saw, yang mendengar ayat-ayat diatas, atau siapapun selain mereka,menduga bahwa mereka termasuk yang akan memperoleh janji dari Allah SWT di atas. Untuk meluruskan kekeliruan ayat ini menegaskan bahwa,bukan kalian yang akan mendapat rahmat itu, tapi yang akan meraihnya adalah orang-orang yang terus menerus dan tekun mengikiti nabi Muhammad saw,yang merupakan rasul Allah SWT,Nabi yang ummi, yakni yang tidak pandai membaca dan menulis yang nama dan sifat-sifatnya mereka, yakni ulama yahudi dan nasrani mendapatninya tertulis dalam taurat dan injil yang disisi mereka hingga kini,walaupun sebagaian besar telah mereka hafus dan yang ada sekarang hanya tersirat
Makna kalimat p1uöq­G9$# È@ÅgUM}$#ur NèdããBù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ öNßg8pk÷]tƒur Ç`tã ̍x6YßJø9$#( Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar) setelah nabi menyebutkan sifat-sifat nabi Muhammad saw sebagai peribadi dan didalam kitab suci,dilanjutkannya penjelasan tentang beliau yang menyangkut ajarannya, yakni nabi Muhammad saw selalu menyuruh kepada mereka yakni orang yahudi dan nasrani kepada yang maruf, yakni mengajak dan memerintahkan kepada kebaikan serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat dan memcegaj mereka dari yang munkar yang dinilai buruk oleh agama dan adat istiadat2
[5]Dan pada ayat selanjutnya dapat dikatakan bahwa sebelum ayat berikut melanjutkan uraian tentang bani israil, Al-Qur’an menggunakan kesempatan pembicaraan tentang nabi terakhir yang tercantum dalam kitab suci yang lalu,untuk berhenti sejenak guna guna memerintahkan nabi agar menyampaikan kepada seluruh umat manusia hakikat yang baru saja disampaikan kepada bani israil itu yang merupakan janji Allah SWT yakni, katakanlah hai Muhammad :”hai seluruh manusia,sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua baik yang semasa denganku ataupun tidak Allah yang mengutusku itu adalah Dia yang memiliki dan yang menciptakan dan mengatur kerajaan langit dan bumi tiada tuhan yang mengusa alam raya dan berhak disembah selain dia yang menghidupkan, yakni member hidup dan matikan,yakni mencabut kehidupan maka karena itu berimanlah kepada Allah yang maha esa dan maha kuasa itu dan rasulnya yang terakhir yakni nabi Muhammad saw Nabi yang ummi yakni tidak pandai membaca dan menuis namun mendapat informasi dari Allah Swt3
Dan ayat yang selanjutnya menjelaskan tentang bahwasanya mereka ini adalah orang-orang yang bodoh tidak mengerti lagi keras kepala dan buruk perasangkanya. Ayat ini menyatakan: dan diantara mereka,yakni orang yahudi dan juga kelompok ummiyyun,mereka tidak mengetahui Al-Kitab tetapi amani, yakni angan-angan belaka, yang lahir dari kebohongan yang disampaikan oleh pendeta-pendeta yahudi tanpa ada dasarnya mereka hanya menduga-duga. Dan dijelaskan pula kata ummi artinya orang yang tidak dapat membaca dan berhitung. Nabi bersabda :kami adalam umat yang ummi,tidak dapat membaca dan berhitung dan mereka bercerita hanya cerita bohong hanya sebatas mulut saja mereka berbicara berdasarkan dugaan tanpa ada rujukan yang ada dalam kitab allah swt.
"Dialah yang telah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka ke tengah ummat yang ummi yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka tentang kitab dan hikmah padahal sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata
Al-Qurthubi berkata ketika menafsirkan ayat ini: "Al-Ummiyyun adalah orang-orang yang tidak bisa menulis. Demikianlah keadaan orang-orang Quraisy dulu. Manshur meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata: Al-Ummiy adalah orang yang tidak bisa membaca dan menulis. "Seorang rasul dari mereka," artinya Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam, dia seorang ummi tidak bisa membaca dan menulis dan tidak pernah belajar.
Berkata Al-Marwadi: "Bila ditanyakan: apakah bentuk karunia dalam hal diutusnya seorang Nabi yang ummi? Maka jawabnya adalah ada tiga bentuk. Pertama: Untuk menunjukkan sesuainya keadaan dia dengan kabar dari nabi-nabi sebelumnya.
Kedua: Agar keadaannya sesuai dengan keadaan mereka (kaumnya) sehingga lebih memungkinkan diterima.
Ketiga: Untuk menghindari buruk sangka dalam mengajarkan apa-apa yang didakwahkannya berupa kitab yang dia baca dan hikmah-hikmah yang dia sampaikan." Menurut pendapatku, semua itu merupakan dalil mukjizatnya dan bukti kenabiannya.[6]
C.    Nabi yang ummi (buta huruf)
[7]Dalam ayat ini diterangkan bahwa satu sifat muhammad saw ialah tidak pandai menulis dan membaca. Sifat ini member pengertian bahwa seseorang yang ummi tidak mungkin membaca taurat dan injil yang ada pada orang yahudi dan nasrani, demikian pula cerita-cerita kuno yang berhubungan dengan umat-umat terdahulu. Hal ini membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Muhammad saw itu benar-benar berasal dari tuhan yang maha esa, mustahil orang yang tidak tahu tulis dan baca dapat membuat dan membaca Al-Quran dan Hadish yang memuat hukum-hukum dan ketentuan ketentuan ilmu pengetahuan yang demikian tinggi nilainya. Seandainya Al-Qur’an itu dibuat Muhammad bukan berasal dari tuhan tentu manusia dapat membuat dan menirunya, tapi sampai saat ini tidak ada seorangpun manusia yang bisa menandinginya4
6Tafsiran ayat dalam kitab tafsir jalalain menjelaskan bahwa mereka yang taat kepada allah dan menunaikan zakat dan mereka mengikuti nabi yang ummi dan tertulis dalam kitab taurat dan injil dengan nama dan sifat nya dan memerintahkan untuk bersifat adil[8]
Pertanyaan mendasar yang terlontar ketika kita membahas sejarah kenabian Muhammad SAW adalah, apakah nabi terakhir bagi umat Islam ini bisa membaca dan menulis ataukah sebaliknya ummi alias buta huruf?Dalam banyak buku dan penjelasan para ulama, Nabi Muhammad sering digambarkan sebagai orang yang ummi. Di sini lah letak perdebatannya. Nabi Muhammad memang ummi, tapi dalam kadar dan dalam arti yang bagaimana? Benarkah ummi bagi nabi identik dengan buta huruf? Buku karya Syekh Al-Maqdisi yang dialihbahasakan oleh Abu Nayla mencoba untuk membahas masalah pro dan kontra mengenai keummian Nabi Muhammad. Buku kecil setebal 130 halaman ini mengajak pembaca untuk mengerti makna keummian lebih luas. Pertanyaan-pertanyaan di benak pembaca coba dijawab dalam buku ini, seperti benarkah Nabi Muhammad buta huruf? Apakah beliau pernah menyatakan bahwa dirinya betul-betul tidak mampu membaca dan menulis sejak kecil hingga akhir hayatnya? Jika beranggapan Nabi Muhammad mampu membaca dan menulis, apakah itu akan mengurangi keabsahannya sebagai utusan Allah?
 Sejumlah kata pembenar bahwa nabi ummi adalah, kitab suci Alquran hingga kini terjaga keasliannya. Isi kitab suci ini tidak pernah berubah, termasuk tidak pada saat zaman nabi sekalipun. Keummian nabi sangat menonjol untuk memberikan pembenar bahwa Alquran tetap autentik dari wahyu Tuhan bukan buatan Muhammad SAW. Lah, nabi saja tidak bisa membaca dan menulis, bagaimana mau mengubah atau membuat kita suci, kira-kira begitu argumen kalangan ini. Nabi pun dianggap ummi, karena memang dia tidak bisa membaca dan menulis. Hal itu sebagai argumen bahwa nabi memang manusia biasa, meski nabi adalah manusia pilihan yang ditunjuk Allah untuk menjadi khalifah bagi umat manusia di muka bumi ini. Ada lagi argumen yang menyebutkan Nabi Muhammad memang ummi, namun dalam arti tidak bisa menulis dan mengarang seindah kitab suci Alquran. Kalangan ini berpendapat,
jelas nabi tidak ummi, karena mampu menerangkan makna yang ada dalam Alquran. Namun, nabi sebagai sebagai utusan Allah tidak menunjukkan kemampuannya dalam membaca dan menulis. Lantas apalagi argumen yang menyebutkan nabi ummi? Buku ini juga mengupas anggapan dan tafsir dari berbagai kalangan ulama maupun Alquran, bahwa keummian Nabi Muhammad adalah karena dia dilahirkan di tanah Arab dan zaman jahiliyah. Alquran sering menyebut kaum Nabi Muhammad sebagai ummi. Jadi Nabi tidak ummi? Syekh Al-Maqdisi mencoba memberikan jawaban dari berbagai perspektif yang muncul ditambahkan dengan berbagai sumber selain Alquran juga Hadis. Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan, Nabi Muhammad mampu membaca dan menulis. Salah satu bagian penting lainnya adalah bahwa Nabi Muhammad pernah membaca surat pamannya Abbas yang dikirimkan dari Makkah dan mengabarkan isinya kepada para sahabat. Kiranya dengan membaca buku yang didesain sebagai buku saku ini, pembaca akan menemukan perspektif yang lebih komprehensif tentang keummian dan kegeniusan Nabi Muhammad. Meski dalam awal perjalanan kenabiannya,
Nabi Muhammad seperti halnya manusia biasa bingung dengan perintah “Bacalah!”. Nabi sebagai manusia biasa pun bertanya tentang apa yang dibaca? Membaca untuk apa? Bagaimana cara membacanya? Hingga akhirnya Jibril menjawab: “Bacalah dengan menyebut asma Rabb-mu yang menciptakan.”
7Kemudian yang mana telah diketahui dari pengulangan kata “dan katakanlah “ajakan ini bukan hanya kepada orang-orang yang telah diberi kitab tapi juga kepada orang-orang yang ummi, yakni mereka yang tidak mendapatkan kitab suci, khususnya orang-orang musrik mekkah. Katakana kepada mereka “apakah kamu telah menyerahkan dirimu “sebagai mana keadaan kami yang menyerah diri kepadanya sebagai mana dijelasakan dalam Q.S Al-Imron ayat 20:
÷bÎ*sù x8q_!%tn ö@à)sù àM÷Kn=ór& }Îgô_ur ¬! Ç`tBur Ç`yèt7¨?$# 3 @è%ur tûïÏ%©#Ïj9 (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# z`¿ÍhÏiBW{$#ur óOçFôJn=ór&uä 4 ÷bÎ*sù (#qßJn=ór& Ïs)sù (#rytF÷d$# ( cÎ)¨r (#öq©9uqs? $yJ¯RÎ*sù šøn=tã à÷»n=t6ø9$# 3 ª!$#ur 7ŽÅÁt/ ÏŠ$t6Ïèø9$$Î/ ÇËÉÈ  
kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), Maka Katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". dan Katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al kitab dan kepada orang-orang yang ummi"Apakah kamu (mau) masuk Islam". jika mereka masuk Islam, Sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, Maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.[9]
D.    Benarkah nabi Muhammad saw tidak bisa membaca dan menulis
Menurut Imam Al Alusi dalam Kitab Ruhul Ma’ani, 20/495, Ummi adalah dinisbatkan kepada Al Umm (Ibu) yang melahirkan, ada juga yang mengatakan dinisbatkan kepada ummatul arab, ada juga yang menyebut Ummul Qurra, namun pendapat pertama yang lebih masyhur.
Imam Al Alusi mengatakan:
وأريد بذلك أنهم على أصل ولادة أمهم لم يتعلموا الكتابة والحساب
Dan yang dimaksud dengan itu (Ummi) adalah karena mereka pada asal kelahiran ibu mereka tidak mengetahui tulisan dan berhitung. (Ibid. Lihat juga Tuhfah Al Ahwadzi,
Budaya tulis menulis belum berkembang pada zaman itu, bahkan kemampuan menulis dan membaca bisa dianggap aib yang menunjukkan lemahnya daya hapal orang tersebut. Sebab saat itu daya hapal bangsa Arab sangat kuat; seperti kemampuan mereka dalam menghapal hingga ratusan syair dan silsilah nasab mereka di kepala mereka, bukan dalam tulisan. Oleh karenanya, keummi-an Nabi Saw. bukanlah cela dan aib, justru menunjukkan keutamaan Beliau bersama masyarakatnya.
Dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman:
qèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ 
 “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah (62): 2)
Ayat ini menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. adalah Rasul-Nya yang berasal dari kaum yang buta huruf.
Imam Al Baidhawi Rahimahullah menjelaskan:
{ هُوَ الذى بَعَثَ فِى الأميين } أي في العرب لأن أكثرهم لا يكتبون ولا يقرؤون . { رَسُولاً مّنْهُمْ } من جملتهم أمياً مثلهم
(Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf) yaitu kepada kaum Arab karena sebagian besar mereka tidak menulis dan tidak membaca. (seorang rasul  di antara mereka) dari kumpulan mereka yang ummi sebagaimana mereka. (Anwarut Tanzil, 5/293. Mawqi’ At Tafasir)
Imam Al Alusi Rahimahullah juga menjelaskan:
فالمعنى رسولاً من جملتهم أمياً مثلهم
Jadi, maknanya adalah seorang rasul dari kumpulan mereka yang ummi seperti mereka. (Ruhul Ma’ani, 20/495. Mawqi’ At Tafasir)
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi Rahimahumullah dalam Tafsir Al-Jalalain menjelaskan ayat di atas, “(Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf) yaitu bangsa Arab; lafal ummiy artinya orang yang tidak dapat menulis dan membaca kitab (seorang rasul di antara mereka) yaitu Nabi Muhammad saw. (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya) yakni Al-Qur’an (menyucikan mereka) membersihkan mereka dari kemusyrikan (dan mengajarkan kepada mereka Kitab) Al-Qur’an (dan hikmah) yaitu hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, atau hadis. (Dan sesungguhnya) lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inna, sedangkan isim-nya tidak disebutkan selengkapnya; dan sesungguhnya (mereka adalah sebelumnya) sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. (benar-benar dalam kesesatan yang nyata) artinya jelas sesatnya.”
Sayyid Quthb Rahimahullah dalam Tafsir Fizhilalil Qur’an menjelaskan hikmah ke-ummi-an Rasulullah Saw., “Menurut satu pendapat, sebab dinamakan orang yang tidak tahu menulis itu sebagai Ummi karena ia dihubungkan dengan keadaannya yang jahil sewaktu dilahirkan ibunya, sebab kepandaian menulis itu hanya dicapai melalui belajar.
Mungkin juga orang-orang Arab itu dinamakan begitu sama seperti orang-orang Yahudi menamakan bangsa yang lain dari mereka sebagai ‘Juyim’ dalam bahasa Hebrew yang berarti ‘Bangsa-bangsa asing’ atau umamiyun nisbah kepada umat-umat yang lain. Dengan sifat ini mereka menganggap sebagai satu bangsa pilihan Allah, sedangkan bangsa-bangsa yang lain merupakan bangsa-bangsa asing belaka. Kata nisbah ummah yang mufrad dalam bahasa Arab ialah Ummi. Barangkali penafsiran ini lebih dekat kepada maksud surat ini..Orang-orang Yahudi (di zaman itu) memang menunggu-nunggu kedatangan Rasul yang akhir dari kalangan bangsa mereka dengan harapan bahwa Rasul inilah yang akan dapat menyatupadukan orang-orang mereka yang telah berpecah belah itu dan menolong mereka menang kembali setelah mereka dikalahkan umat yang lain, juga mengangkat mereka ke taraf yang lebih mulia setelah mereka jatuh ke taraf yang hina. Mereka senantiasa memohon kemenangan dengan Nabi yang akhir itu.
Tetapi kebijaksanaan Allah telah menghendaki bahwa Nabi yang akhir itu dibangkitkan dari bangsa Arab dari golongan Ummi yang lain dari bangsa Yahudi, karena Allah mengetahui bahwa bangsa Yahudi tidak lagi mempunyai kelayakan untuk memegang teraju kepemimpinan baru yang sempurna untuk umat manusia, sebagaimana akan diterangkan dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat ini…” Syaikh Muhammad Abduh Rahimahullah di dalam Tafsir Juz Amma-nya menerangkan surat Al-Alaq ayat 1-5: Yaitu Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seorang yang selama ini dikenal ummi, tidak bisa membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak bisa membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, untuk meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah al-Insan al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan nama Allah jua.
Prof. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat mengatakan, “Harus disadari bahwa masyarakat beliau ketika itu menganggap kemampuan menulis sebagai bukti kelemahan seseorang.Pada masa itu sarana tulis-menulis amat langka, sehingga masyarakat amat mengandalkan hafalan. Seseorang yang menulis dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakan kekurangan.
Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis, dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia bermohon, Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis)bagi kami adalah aib..Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apa yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnya dinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidak sepenting masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah diperoleh.
9 Hadits ini adalah pengakuan yang menunjukkan keummi-an Rasulullah Saw. Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr hafizhahullah mengatakan:
الأمية: نسبة إلى الأميين، والمقصود بذلك كثير منهم، ولا يعني ذلك أنه لا توجد الكتابة والقراءة فيهم، بل كانت ففيهم ولكن بقلة، والحكم هنا الغالب، وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم كذلك لا يقرأ ولا يكتب صلى الله عليه وسلم، وقد جاء بهذا القرآن الذي لو اجتمعت الإنس والجن على أن يأتوا بمثله لم يستطيعوا، وهو من عند الله عز وجل، وكونه أمياً لا يقرأ ولا يكتب هذا من أوضح الأدلة على أنه أتى بالقرآن من عند الله عز وجل، ولهذا يقول الله وجل: وَمَا كُنْتَ تَتْلُوا مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ [العنكبوت:48]، أي: لو أنه كان قارئاً كاتباً فيمكن أن يأتي به من عند نفسه، لكنه كان لا يقرأ ولا يكتب صلى الله عليه وسلم.
Al Ummiyah: disandarkan kepada Al Ummiyyin, maksudnya adalah banyak di antara mereka, dan tidak berarti tidak ditemukan sama sekali tulisan dan bacaan pada mereka, bahkan hal itu ada pada mereka tapi sedikit, maknanya di sini menunjukkan yang umumnya. Nabi Saw. juga begitu, dia tidak membaca dan tidak menulis. Beliau datang dengan membawa Al-Qur’an, yang seandainya berkumpulnya manusia dan jin untuk mendatangkan yang sepertinya mereka tidak akan mampu membuatnya, dan Al-Qur’an adalah dari Allah ‘Azza wa Jalla,keadaan Beliau yang ummi tidak dapat membaca dan menulis merupakan di antara penjelasan yang menunjukkan bahwa Beliau datang dengan membawa Al-Qur’an dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla, oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). (QS. Al Ankabut (29): 48) yaitu seandainya beliau bisa membaca dan menulis maka mungkin saja dia datang membawa Al-Quran yang berasal dari dirinya sendiri, tetapi beliau Saw. tidak bisa membaca dan tidak pula menulis. (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 12/498-499)
Dalam keummi-annya,  Al Quran turun kepadanya. Ini justru menunjukkan keadaan tersebut adalah mu’jizat baginya.Imam Al ‘Aini menjelaskan:
وكونه- عليه السلام- أميا من جملة المعجزة
Dan keadaannya (Nabi Saw.) yang ummi termasuk di antara kumpulan mukjizat.[10]  Jika ada yang bertanya, bukankah ada hadits yang berbunyi,
ائْتُونِي بِالْكَتِفِ وَالدَّوَاةِ أَوْ اللَّوْحِ وَالدَّوَاةِ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ أَبَدًا
“Ambilkan untukku kertas dan tinta, aku tuliskan untuk kalian kitab yang setelahnya tidak membuat kalian tersesat selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apakah itu berarti Nabi Muhammad bisa membaca dan menulis? Bukankah ini berarti hadits shahih tersebut bertolak belakang dengan ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits shahih lainnya?
Dalam ilmu mukhtalif hadits, para ulama sudah menyiapkan jawaban atas hadits-hadits yang tampak saling bertentangan. Imam an-Nawawi berkata, “Mengetahui mukhtalif hadits merupakan bidang ilmu yang sangat penting, seluruh ulama dari semua golongan sangat perlu untuk mengetahuinya, yaitu adanya dua hadits yang tampaknya bertentangan kemudian digabungkan atau dikuatkan salah satunya. Hal ini dapat dilakukan secara sempurna oleh para ulama yang menguasai hadits dan fiqih serta ahli ushul yang mendalami makna hadits.” (At-Taqrib 2/651-652 -Tadrib Rawi-.)
Imam Ibnu Qayyim mengatakan, “Anggapan kontradiksi dan kerumitan itu hanyalah ada dalam pemahaman seorang, bukan dalam ucapan Nabi. Oleh karenanya, sewajibnya bagi setiap mukmin untuk menyerahkan hal yang dinilainya rumit tersebut kepada ahlinya dan hendaknya dia menyadari bahwa di atas seorang yang alim ada yang lebih tinggi darinya.” (Miftah Daar Sa’adah 3/383)
Oleh karena itu, selain mengetahui hadits-hadits Nabi tersebut, kita juga sudah seharusnya membaca kitab-kitab penjelas isi hadits-hadits tersebut, seperti Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi dan Fathul Bari (Syarah Shahih Bukhari) karya Imam Ibnu Hajar. Yaitu agar tidak terjadi salah duga dan salah persepsi tentang dua hadits yang sepertinya tampak bertentangan padahal kenyataannya tidak. Dalam memahami hadits shahih di atas, Imam Nawawi mengatakan,
أكتب لكم أي آمر بالكتابة ومنها أن الأمراض ونحوها لا تنافي النبوة ولا تدل على سوء الحال
“(Saya tuliskan untuk kalian) yaitu perintah untuk membuat tulisan dan darinya merupakan berbagai cacat dan semisalnya yang tidak menafikan kenabiannya dan tidak pula menunjukkan buruknya keadaan.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 11/94)
Pemahaman ini juga dikuatkan oleh riwayat lain bahwa jika Beliau ingin menulis maka sahabatnya yang menuliskannya.
Abu Hurairah Ra. menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. kembali menguasai Mekkah, beliau berkhutbah di hadapan manusia. Ketika beliau berpidato, berdirilah seseorang dari Yaman bernama Abu Syah, dan berkata:
يارسول اللّه اكتبوا لي، فقال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: “اكتبوا لأبي شاه
“Ya Rasulullah, tuliskanlah untukku.” Lalu Rasulullah bersabda: “Tuliskan untuk Abu Syah.” Al Walid (salah seorang perawi hadits ini) bertanya kepada Al Auza’i:
ما قوله اكتبوا لأبي شاهٍ؟قال: هذه الخطبة التي سمعها من رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم
Apa maksud sabdanya: “Tuliskan untuk Abu Syah.” Dia menjawab: “Khutbah yang dia (Abu Syah) dengar dari Rasulullah Saw.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, Ibnu Hibban, dan Ahmad)








[1] Soenarjo,Al-Quran Dan Terjemah ,Jakarta,1971,Hal,246
[2] M Quraish Shihab.Tafsir Al-Misbah.Lentera Hati.Jakarta.2007.Hal.240
[3] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i.Tafsir Ibnu Katsir.Gema Insani Press.Jakarta.2000.Hal.157
[4] M Quraish Shihab.Tafsir Al-Misbah.Lentera Hati.Jakarta.2007.Hal.157
[5] M Quraish Shihab.Tafsir Al-Misbah.Lentera Hati.Jakarta.2007.Hal.274
[6] Sayyid Qurtubi,Tafsir Zahilalil Quran,Gema Insane Press,Jakarta,12412H/1992M
[7] Drs HM Sonhaji.Al-Qur’an Dan Tafsirnya.Dana Bhakti Prima Yasa.Yogyakarta.1990.Hal.611
[8], Jalaludin,Muhammad,Bin,Ahmad,Mahali,Tafsir Jalalain,Beirut:Darut,Hal,143

[9] M.Quraish Shihab.tafsir Al-Misbah.lentera hati.ciput tanggerang.2007.hal.44
[10] Imam Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 4/Hal.267. Cet. 1, 1999M-1420H. Maktabah Ar Rusyd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar