ASAS
PENDIDIKAN
Manajemen dalam
pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar,
tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Karena setiap
mengerjakan segala sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Mulai dari
urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan
terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan
yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang
hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efektif dan efisien.
Manajemen sangatlah
penting bagi kehidupan manusia baik individu maupun kelompok, terutama
manajemen yang berlandaskan ajaran Islam untuk kehidupan manusia yang lebih baik.
Sebagai contoh tentang pendidikan yang diselenggarakan di dalam
kelurarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu
perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan
hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan
tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak
itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di
sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang
tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun
rapi”.
Allah SWT berfirman di
dalam beberpa surat Al- qur’an yaitu:
As- sajdah ayat 5, Yunus ayat 3
ãÎn/yã tøBF{$# ÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# n<Î) ÇÚöF{$# ¢OèO ßlã÷èt Ïmøs9Î) Îû 5Qöqt tb%x. ÿ¼çnâ#yø)ÏB y#ø9r& 7puZy $£JÏiB tbrãès? ÇÎÈ
Artinya” Dia mengatur urusan dari langit ke
bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah
seribu tahun menurut perhitunganmu. (Q.S As-Sajdah: 5)
¨bÎ) ÞOä3/u ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû ÏpGÅ 5Q$r& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸöyèø9$# ( ãÎn/yã tøBF{$# ( $tB `ÏB ?ìÏÿx© wÎ) .`ÏB Ï÷èt/ ¾ÏmÏRøÎ) 4 ãNà6Ï9ºs ª!$# öNà6/u çnrßç6ôã$$sù 4 xsùr& crã©.xs? ÇÌÈ
Artinya” Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi
syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan
kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?(
Q.S Yunus: 3)
Kedua ayat diatas
menunjukan betapa pentingnya Manajemen Pendidikan Islam. Yaitu mengatur segala
urusan Pendidikan Islam untuk mencetak manusia yang disiplin akan ilmu
pengetahuan. Berikut ini pembahasannya:
A. Pembahasan Manajemen Pendidikan Islam
Dari segi bahasa manajemen berasal
dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management
yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam
kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372)
management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
Ramayulis
(2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen
adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara
(mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
ãÎn/yã tøBF{$# ÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# n<Î) ÇÚöF{$# ¢OèO ßlã÷èt Ïmøs9Î) Îû 5Qöqt tb%x. ÿ¼çnâ#yø)ÏB y#ø9r& 7puZy $£JÏiB tbrãès? ÇÎÈ
Artinya : Dia mengatur
urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Q.S As- Sajdah 5).
Dari isi
kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam
(manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam
mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah
dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi
dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Menurut
kitab tafsir Al-Marogi menjelaskan bahwa Tabdirul Amri artinya memandang
kedepan suatu perkara dan akibatnya, agar perkara tersebut terpuji akibatnya.
Pengertian mengatur urusan langit ke bumi, kemudian urusan itu naik ke langit,
hal ini merupakan tamsil untuk menampakan keagungan Allah SWT.[1]
Dari kutipan diatas menjelaskan
bahwa salah satu bukti keagungan dan ke Maha besaran Allah SWT adalah zat yang
mampu mengatur apa yang ada di langit dan di bumi. Pembuktian ke makhluk-Nya
agar bertambah keyakinannya kepada Allah SWT, bahkan manusiapun termasuk
kedalam tanda kebesaran-Nya yang telah diciptakan dari ketiadaan menjadi ada.
Patutlah seorang hamba untuk senantiasa menta’ati zat yang Maha pencipta,
menciptakan seluruh yang ada di alam semesta ini. Sebagai tanda syukur atas
nikmat yang telah diberikan.
Dia mengatur dunia
sampai hari kiamat, kemudian semua urusan kembali kepada-nya untuk diputuskan
oleh-Nya dalam satu hari yang lamanya sama dengan seribu tahun menurut
perhitungan yang biasa kita lakukan di dunia ini. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat As- Sajdah ayat 5
ãÎn/yã
tøBF{$#
ÆÏB
Ïä!$yJ¡¡9$#
n<Î)
ÇÚöF{$#
¢OèO
ßlã÷èt
Ïmøs9Î)
Îû
5Qöqt
tb%x.
ÿ¼çnâ#yø)ÏB
y#ø9r&
7puZy
$£JÏiB
tbrãès?
ÇÎÈ
Artinya” Dia mengatur urusan dari langit
ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”( As-sajdah:5)
Makna yang dimaksud
dari seribu pada ayat ini menunjukan masa yang sangat panjang. Jadi makna yang
dimaksud bukanlah hakikat dari seribu itu, karena sesungguhnya menurut
orang-orang Arab bilang seribu itu merupakan bilangan yang paling terakhir, dan
paling puncak.
Allah SWT Berfirman
juga:
óOs9r& ts? ¨br& ©!$# t¤y /ä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# y7ù=àÿø9$#ur ÌøgrB Îû Ìóst7ø9$# ¾ÍnÍöDr'Î/ à7Å¡ôJãur uä!$yJ¡¡9$# br& yìs)s? n?tã ÇÚöF{$# wÎ) ÿ¾ÏmÏRøÎ*Î/ 3 ¨bÎ) ©!$# Ĩ$¨Z9$$Î/ Ô$râäts9 ÒOÏm§ ÇÏÎÈ
Artinya” Apakah kamu tiada melihat
bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang
berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit
jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”(Q.S Al- Hajj:
65)
Al- Qurtubi, sehubungan
dengan ayat ini memberikan penakwilannya, bahwa sesungguhnya Allah SWT.
Menjadikan hari tersebut dalam hal kesulitannya menurut orang-orang kafir,
sampai dengan lima puluh tahun. Pendapat ini bersumber dari apa yang telah di
katakan oleh Ibnu Abbas ra.
Dan orang-orang Arab menggambarkan
tentang hari-hari yang sulit sebagai hari yang amat panjang dan lama, sedangkan
hari-hari bahagia sebagai yang pendek dan sebentar.
Kemudian urusan itu naik ke langit
artinya bahwa perihalnya sama dengan seorang Raja yang mengeluarkan perintahnya
kemudian perintah itu diterima oleh para pembantunya untuk dilaksanakan sesuai
dengan intruksi Raja. Begitu juga seorang hamba Allah SWT, ia harus selalu
terikat dengan hukum-hukum Allah menjalankan perintah-Nya sesuai dengan
syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah Saw selaku utusan-Nya.
Di dalam kitab
tafsir Al- Misbah menjelaskan bahwa kata (În/yã ) yudabbir berasal
dari kata (د بر) dubur yang berati belakang.
Kata ini digunakan untuk menjelaskan pemikiran atau pengaturan sedemikian rupa
sehingga apa yang terjadi di belakang yakni kesudahan, dampak atau akibatnya
telah diperhitungkan dengan matang, sehingga hasilnya sesuai dengan yang
dikehendaki.[2]
Allah SWT
mengatur dunia ini dengan sedemikian rupa baik yang nampak ataupun tidak
mengatur dari berbagai aspek baik sekarang yang berlalu dan yang akan datang
semuanya telah diatur oleh Allah sampai hari kiamat.
Sedangkan yang
dimaksud dengan (øBF{$#)
al-amr/ urusan adalah kondisi sesuatu serta sifat dan ciri-cirinya
sekaligus system yang mengaturnya. Huruf (ال)
al pada kata ini adalah mengandung arti jenis, sehingga mencakup semua
makhluk.[3]
Pengaturan Allah
ini tidak hanya langit dan bumi akan tetapi mencakup semua yang diciptakan
Allah SWT, keseluruhannya telah diatur sedemikian rupa. Seperti firman Allah SWT:
£`ßg9Òs)sù yìö7y ;N#uq»yJy Îû Èû÷ütBöqt 4ym÷rr&ur Îû Èe@ä. >ä!$yJy $ydtøBr& 4 $¨Zyur uä!$yJ¡¡9$# $u÷R9$# yxÎ6»|ÁyJÎ/ $ZàøÿÏmur 4 y7Ï9ºs ãÏø)s? ÍÍyèø9$# ÉOÎ=yèø9$# ÇÊËÈ
Maka Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya
dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha
mengetahui.( Q.S Fushilat:12 )
Kitab Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah lah
pemilik segala perkara mengatur segala perkara dan Maha Kuasa atas segala
perkara. Maka tiada yang dapat menolong makhluk selain Dia dan tiada yang dapat
memberi syafa’at kecuali setelah diizinkan-Nya. “Maka apakah kamu tidak
memperhatikan.” Wahai orang-orang yang menyembah selai-Nya dan yang berserah
diri kepada selain Dia? Maha tinggi, Maha Kudus, dan Mha Bersih Allah dari
memiliki tangdingan, sekutu, pembantu, atau mitra. Tiada tuhan selain dia dan
tiada Rabb yang selain Dia.[4]
Segala perkara yang ada
di dunia ini ada yang terlewatkan dari pengaturan Allah terhadapa ciptaannya,
baik langit dan bumi besrta isi dari keduanya. Semuanya telah Allah atur
didalam kitab induk lauh al- mahfudz. Sungguh Allah lah yang Maha Besar tiada
tuhan selain Allah yang patut disembah oleh seluruh makhluk yang ada di dunia
maupun di akhirat.
B. Asbabunnuzul Ayat
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah As
Sajdah 5
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ
السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ
أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (5)
Hanya Allah sendirilah
yang mengurus, mengatur, mengadakan dan melenyapkan segala yang ada dalam dunia
ini. Segala yang terjadi itu adalah sesuai dengan kehendak dan ketetapan-Nya,
tidak ada sesuatupun yang menyimpang dari kehendak-Nya itu. Pengaturan itu
dimulainya dari langit hingga sampai ke bumi, kemudian urusan itu naik kembali
kepada-Nya.
Semua yang tersebut pada
ayat ini merupakan gambaran dari kebesaran dan kekuasaan Allah, agar manusia
mudah memahaminya.
Kemudian Dia
menggambarkan pula waktu yang digunakan Allah SWT mengurus, mengatur dan
menyelesaikan segala urusan alam semesta ini, yaitu selama sehari, tetapi
ukuran sehari itu sama lamanya dengan 1000 tahun dari ukuran tahun yang dikenal
manusia di dunia ini.
Perkataan seribu tahun
dalam bahasa Arab tidak selamanya berarti 1000 dalam arti sebenarnya, tetapi
kadang-kadang digunakan untuk menerangkan banyaknya sesuatu jumlah atau lamanya
waktu yang diperlukan. Dalam ayat ini bilangan seribu itu digunakan untuk
menyatakan lamanya waktu kehidupan alam semesta ini. Sejak Allah menciptakannya
pertama kali sampai kehancurannya di hari kiamat, kemudian kembalinya segala
urusan ke tangan Allah, yaitu hari berhisab menempuh waktu yang lama sekali,
sukar manusia menghitungnya.
Dalam ayat yang lain digunakan perkataan ribuan itu
untuk menerangkan lamanya waktu yang terpakai, seandainya manusia naik
menghadap Allah, sekalipun para malaikat hanya sehari saja, Allah SWT
berfirman:
ßlã÷ès? èpx6Í´¯»n=yJø9$# ßyr9$#ur Ïmøs9Î) Îû 5Qöqt tb%x. ¼çnâ#yø)ÏB tûüÅ¡÷Hs~ y#ø9r& 7puZy ÇÍÈ
Artinya:
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya
lima puluh ribu tahun. (Q.S. Al Ma'arij: 4)
Ada pula yang
berpendapat bahwa maksud ayat ini ialah segala urusan dunia ini kembali kepada
Allah di hari kiamat dalam waktu satu hari, yang sama lamanya dengan 1.000
tahun waktu di dunia ini.
Sebagian mufassir yang lain menafsirkan ayat ini:
"Para malaikat naik kepada Allah ke langit dalam satu hari. Jika jarak itu
ditempuh selain oleh malaikat, maka ia memerlukan waktu 1.000 tahun.
Rasulullah saw. dalam
malam mi'raj pernah naik ke langit bersama malaikat Jibril menghadap Allah.
Jarak itu ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah malam.
C. Prinsip prinsip Manajemen
a. Prinsip Profesionalisme
Islam
mengajarkan manusia untuk memiliki keseimbangan dalam menjalani kehidupannya.
Salah satu keseimbangan yang dimaksudkan al-Qur’an adalah seimbang dalam
mencari bekal untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam
salah satu ayat-Nya, Allah memerintahkan manusia untuk menjelajah bumi setelah
menunaikan shalat. sebagaimana Allah SWT berfirman:
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. al-Jumu’ah
ayat 10).
Secara
eksplisit ayat tersebut menunjukan adanya kewajiban bagi umat manusia untuk
bekerja. Di samping itu, penyebutan perintah untuk bekerja setelah menjalankan
shalat, memberikan petunjuk bahwa nilai kewajiban di antara keduanya (shalat
dan bekerja) adalah seimbang.
Dalam
kaitannya dengan perintah bekerja, al-Qur’an tidak sekedar memberikan penekanan
bahwa bekerja adalah kewajiban. Akan tetapi bekerja juga harus dijalankan
dengan memenuhi beberapa ketentan, diantaranya adalah;
1)
Bekerja harus sesuai dengan keahliannya masing-masing (QS. az-Zumar ayat 39 dan
QS. al-Isra’ ayat 84). Dalam kedua ayat tersebut, Allah menjelaskan bahwa
setiap individu hendaklah bekerja sesuai dengan keadaannya masing-masing. Dalam
ayat yang lain, Allah juga memerintahkan kepada manusia untuk menyerahkan
segala sesuatu (termasuk pekerjaan) kepada ahlinya (QS. an-Nisa’ ayat 58).
Sedangkan bagi orang yang memiliki kemampuan (ahli) dalam bidang tertentu,
Allah menganjurkan kepada mereka untuk menawarkan diri dalam sebuah pekerjaan
yang dikuasainya (QS. Yusuf ayat 54 – 56). Menawarkan diri karena ia memiliki
kemampuan, bukan berarti sombong, akan tetapi menghindari hal yang tidak
diinginkan, yakni untuk menghindarkan dari kesalahan di dalam menempatkan orang
yang tidak sesuai dengan keahliannya.
2)
Disamping bekerja berdasar keahlian, bekerja juga harus dilakukan dengan penuh
semangat (etos kerja yang baik). Dalam kaitannya dengan etos kerja, Allah
menjelaskan bahwa hendaklah manusia berbuat dengan sepenuh kemampuannya
masing-masing, karena Allah juga akan berbuat yang sama (QS. al-An’amayat 135).
Di samping itu, dalam ayat ini juga dapat diambil pemahaman bahwa manusia yang
tidak berusaha secara sungguh-sunggu adalah termasuk orang-orang yang dzalim,
karena Allah telah menjadikan kehidupan di dunia ini sebagai lahan mencari
kebahagiaan. Orang-orang yang dzalim semacam ini divonis oleh Allah sebagai
orang yang tidak akan mendapatkan keberuntungan, sebagai balasan atas kedzaliman
yang diperbuatnya.
3)
Bagi orang yang telah menerima keprcayaan untuk menjalankan sebuah pekerjaan,
al-Qur’an mengharuskannya untuk menjaga amanat dengan tanggungjawab dan tidak
boleh berkhianat (QS. al-Anfalayat 27). Sedangkan dalam tinjauan manajemen,
uraian di atas merupakan prinsip manajemen. Sehingga salah satu prinsip
manajemen menurut al-Qur’an adalah prinsip profesionalisme.
b.
Prinsip Keadilan
Rasul
merupakan utusan Allah yang diberi tugas untuk menyampaikan petunjuk bagi umat
manusia. Untuk menjalankan tugasnya, Rasul diberi beberapa bekal, diantaranya
adalah al-Kitab dan al-mizan. Dengan keduanya, Allah berharap dalam
kehidupannya manusia dapat menerapkan prinsip-prinsip keadilan (QS. al-Hadid
ayat 25). Dengan demikian, keadilan merupakan prinsip hidup manusia yang harus
dipahami dan diimplementasikan dalam setiap aspek kehidupannya.
- Prinsip
Musyawarah
Menurut
al-Qur’an, salah satu hal yang mendukung susksesnya dakwah Rasulullah adalah,
adanya sikap lemah lembut yang dimilikinya. Karena kelembutan sikap inilah,
Rasulullah dengan mudah memberikan ma'af, sekaligus mohonkan ampun bagi mereka
yang telah berbuat kesalahan atau kekhilafan. Beliau selalu bermusyawarah dalam
setiap urusan, khususnya urusan yang bersifat duniawi, seperti urusan politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya (QS. Ali Imron ayat 159).
Dengan
melakukan prinsip musyawarah, manusia akan mendapatkan kebahagian hidup di
dunia. Bahkan Allah juga berjanji, akan memberikan balasan (diakhirat) dengan
keadaan yang jauh lebih baik daripada kebahagiaan duniawi, karena kebahagiaan
di akhirat bersifat abadi (QS. asy-Syura ayat 36 dan 38).
- Prinsip Perencanaan
Perencanaan
merupakan kegiatan awal dalam sebuah pekerjaan, dalam bentuk memikirkan hal-hal
yang terkait dengan pekerjaan dimaksud, agar mendapatkan hasil yang optimal.
Menurut Islam, proses perencanaan bukan saja dianjurkan, akan tetap secara
langsung telah dicontohkan oleh Allah. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan
dengan ayat al-Qur’an yang menceritakan tentang eksistensi alam (QS. Shaad ayat
27).
$tBur $uZø)n=yz uä!$yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur $yJåks]÷t/ WxÏÜ»t/ 4 y7Ï9ºs `sß tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. 4 ×@÷uqsù tûïÏ%©#Ïj9 (#rãxÿx. z`ÏB Í$¨Z9$# ÇËÐÈ
Dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah
orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Q.S Shaad:27)
Al-Qur’an
menjelaskan bahwa di dalam melakukan perencanaan, harus disesuaikan dengan
keadaan atau situasi dan kondisi pada masa lampau, saat ini, serta prediksi
masa depan (QS. al-Hasyr ayat 18).
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
(QS. al-Hasyr ayat 18).
Perencanaan
merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan. Dalam prespektif al-Qur’an,
kesuksesan atau kebahagiaan yang perlu digapai oleh manusia adalah kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. Sehingga, di dalam merencanakan aktivitas dan
pekerjaannya, manusia dituntut memikirkan untuk kebahagiaan di kedua alam
tersebut (QS. al-Baqoroh ayat 201-202 dan QS. al-Qashash ayat 77).
Lebih
jauh, al-Qur’an menjelaskan bahwa dengan perencanan, manusia tidak sekedar
berfikir untuk kebahagiaan dirinya sendiri. Akan tetapi juga berfikir kepada
keluarga, termasuk anak keturunannya masing-masing. Akan tetapi, landasan utama
di dalam melakukan perencanaan, baik untuk kebahagiaan diri maupun keluarganya
haruslah semata-mata didasari pada rasa takut kepada Allah. dalam hal ini,
Allah menegaskan, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS.
an-Nisa’ ayat 9).
berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ
اللهَ يُحِبُّ إِذَاعَمَلَ اَحَدُكُمُ الْعَمَلَ اَنْ يَتْقَنَهُ (رواه الطبران
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan,
dilakukan secara itqan (tepat, terarah, dan tuntas) (HR. Thabrani).
- Prinsip Pengawasan
Dalam
pandangan Islam, pengawasan (kontrol) dilakukan untuk meluruskan yang tidak
lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang haq. Tolok ukur yang
dipergunakan dalam melakukan pengawasan adalah tujuan. Sehingga untuk
mengontrol perilaku manusia, setiap individu harus menyadari terhadap tujuan
hidup yang ingin digapainya.
Hal
ini berdasarkan hadits Rasulullah saw yang berbunyi:
حَاسِبُوْا
أَنْفَسكُمْ قَبْلَ اَنْ تُحَاسَبُوْا (الترميذى
Artinya:
“Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas
kerjamu sebelum melihat kerja orang lain.” (HR. Tirmidzi: 2383). (Hadits: Kutub
at Tis’ah)
Dalam
Islam paling tidak dikenal 2 pengawasan, yakni;
1.
kontrol yang berasal dari diri sendiri yang
bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah. setiap individu yang meyakini
bahwa Allah selalu mengawasi perilaku hamba-Nya, dapat dipastikan ia akan
bersikap hati-hati di dalam menjalani kehidupannya (QS. al-Mujadalah ayat 7).
Kontrol yang bersifat internal inilah yang paling evektif.
2.
kontrol yang berasal dari luar
dirinya sendiri. Kontrol eksternal dapat diwujudkan dalam bentuk sistem,
mekanisme, pengawasan langsung dari atasan dan lain sebagainya (QS. al-Balad
ayat 17 dan QS. al-‘Ashr ayat 3).
- Prinsip Evaluasi
Dalam
al-Qur’an Allah menegaskan bahwa untuk menggapai kebahagiaan hidup (meraih
keberuntungan), manusia harus melakukan evaluasi dan bertaubat (QS. an-Nur ayat
31). Karena pasca kematian, manusia akan dibangkitkan untuk
mempertanggungjawabkan amal perbuatan yang telah dilakukan selama dalam
hidupnya. Janganlah ragu bahwa saat kebangkitan itu akan benar-benar datang
(QS. al-Mukminun ayat 82). Dalam tataran implementasi, evaluasi diperintahkan
oleh Allah dengan cara melakukan penjelajahan di muka bumi untuk memperhatikan
sekaligus mengambil pelajaran atas kejadian-kejadian (sejarah) yang menimpa
orang-orang terdahulu (QS. Ali Imron ayat 137).
Secara
eksplisit, Allah menegaskan bahwa setiap pribadi, hendaknya melakukan penilaian
(evaluasi) terhadap setiap amal yang telah dilakukannya (QS. al-Hasyrayat 18).
D.
Peran Manajemen Bagi Manusia Menurut Al-Qur’an
Pada hakikatnya,
setiap manusia merupakan manajer. Karena dalam kehidupannya, setiap manusia
akan senantiasa menerapkan manajemen, walaupun bagi diri atau keluarganya
sendiri. Penerapan manajemen dalam kehidupan manusia ini merupakan kebutuhan
mendasar untuk meraih tujuan atau cita-cita yang diinginkan.
Secara
garis besar, al-Qur'an menyatakan bahwa orang-orang yang menerapkan manajemen
tidaklah sama dengan orang yang tidak menerapkannya (QS. Al-Hasyr ayat 20).
Karena orang-orang yang menerapan manajemen (profesional) akan meraih
kebahagiaan. Dengan demikian, manajemen memiliki peran yang vital bagi
keberhasilan manusia di dalam meraih harapan dan cita-cita.
E.
Kesimpulan
Hanya Allah sendirilah
yang mengurus, mengatur, mengadakan dan melenyapkan segala yang ada dalam dunia
ini. Segala yang terjadi itu adalah sesuai dengan kehendak dan ketetapan-Nya,
tidak ada sesuatupun yang menyimpang dari kehendak-Nya itu. Pengaturan itu
dimulainya dari langit hingga sampai ke bumi, kemudian urusan itu naik kembali
kepada-Nya.
Semua yang tersebut
pada ayat ini merupakan gambaran dari kebesaran dan kekuasaan Allah, agar
manusia mudah memahaminya.
Kemudian Dia
menggambarkan pula waktu yang digunakan Allah SWT mengurus, mengatur dan
menyelesaikan segala urusan alam semesta ini, yaitu selama sehari, tetapi
ukuran sehari itu sama lamanya dengan 1000 tahun dari ukuran tahun yang dikenal
manusia di dunia ini.
Perkataan seribu tahun
dalam bahasa Arab tidak selamanya berarti 1000 dalam arti sebenarnya, tetapi
kadang-kadang digunakan untuk menerangkan banyaknya sesuatu jumlah atau lamanya
waktu yang diperlukan. Dalam ayat ini bilangan seribu itu digunakan untuk
menyatakan lamanya waktu kehidupan alam semesta ini. Sejak Allah menciptakannya
pertama kali sampai kehancurannya di hari kiamat, kemudian kembalinya segala
urusan ke tangan Allah, yaitu hari berhisab menempuh waktu yang lama sekali,
sukar manusia menghitungnya.
Dalam ayat yang lain digunakan perkataan ribuan itu
untuk menerangkan lamanya waktu yang terpakai, seandainya manusia naik
menghadap Allah, sekalipun para malaikat hanya sehari saja, Allah SWT
berfirman:
ßlã÷ès? èpx6Í´¯»n=yJø9$# ßyr9$#ur Ïmøs9Î) Îû 5Qöqt tb%x. ¼çnâ#yø)ÏB tûüÅ¡÷Hs~ y#ø9r& 7puZy ÇÍÈ
Artinya:
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang
kadarnya lima puluh ribu tahun. (Q.S. Al Ma'arij: 4)
1. Islam
mengajarkan manusia untuk memiliki keseimbangan dalam menjalani kehidupannya.
Salah satu keseimbangan yang dimaksudkan al-Qur’an adalah seimbang dalam
mencari bekal untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2. Allah berharap
dalam kehidupannya manusia dapat menerapkan prinsip-prinsip keadilan (QS.
al-Hadid ayat 25).
3. Susksesnya dakwah Rasulullah adalah, adanya
sikap lemah lembut yang dimilikinya
4. Perencanaan
merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan. Dalam prespektif al-Qur’an,
kesuksesan atau kebahagiaan yang perlu digapai oleh manusia adalah kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
5. Dalam
pandangan Islam, pengawasan (kontrol) dilakukan untuk meluruskan yang tidak
lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang haq.
6. Allah
menegaskan bahwa setiap pribadi, hendaknya melakukan penilaian (evaluasi)
terhadap setiap amal yang telah dilakukannya. (QS. al-Hasyrayat 18)
7. Orang-orang
yang menerapkan manajemen tidaklah sama dengan orang yang tidak menerapkannya
(QS. Al-Hasyr ayat 20). Karena orang-orang yang menerapan manajemen
(profesional) akan meraih kebahagiaan.
Daftar Pustaka
Al-
Maraghi Ahmad Musthofa, Tafsir Al- Maraghi: 1992, pt. Karya Toha putra,
semarang.
Ar-
Rifa’i Muhammad Nasib, Tafsir Ibnu Katsir, 2000: Gema Insani Press,
jakarta.
Quraish
Shihab Muhammad, Tafsir Al- Misbah, 2002: Lentera Hati, jakarta.
Ibnu
Abbas, Tafsir At- Tanwir Al- miqbas min Al- Tafsir Ibnu Abbas: Libanon.
Al-
Qur’an Terjemah
Kitab
Fathul Baari
Askar,
Kamus Al- Azhar, Bab manajemen, jakarta
Kamus
Al- Munawir Arab- Indonesia
M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yasanto, 2002
: 157Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, 2003 : 77Al- as qolani Ibnu Hajar, faathul
Baari, Pustaka Azzam; jakarta: 2010Departemen Agama, Al-qur’an dan
Terjemahnya, Lentera Abadi; jakarta: 2010
Fazlurrahman, islam, bandung: pustaka, thn
1994 M
Muslim imam, Shahih Muslim, mesir: al-
maktabat al- mishiriyyah,1974 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar